Ketika mengunjungi Newseum di Washington D.C., sebuah interaktif museum yang mendorong kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat sesuai Amandemen Pertama Amerika Serikat, saya melihat peta wilayah Indonesia diberi warna kuning dalam kategori kebebasan berpendapat, yang artinya kebebasan berpendapat/berkespresi di Indonesia masih terbatas atau setengah-setengah. Negara seperti Jepang dan Amerika diberi warna hijau yang berarti memiliki kebebasan berpendapat secara penuh, dan Negara seperti Cina dan Rusia mendapat warnah merah yang artinya kebebasan berpendapat tidak ada di Negara tersebut.
Indonesia masih berjuang untuk mendapatkan arti sebenarnya dari kebebasan berpendapat, dimana setiap warga dapat menyampaikan pendapatnya tanpa mendapat intimidasi dari pihak lain, khususnya pemerintah.
Di Amerika Serikat (“AS”), kebebasan berpendapat diatur dalam Amandemen Pertama. Perkembangan kebebasan berpendapat di AS juga penuh dengan dinamika sejak dibuat tahun 1789.
Kebebasan berpendapat di AS bukan tanpa batas seperti anggapan banyak orang selama ini.
Pada tahun 1798, Senat AS pernah membuat Sedition Act yang melarang untuk menulis dan mempublikasikan sesuatu yang tidak benar terhadap pemerintah/Kongres/Presiden. Undang-Undang ini pada awalnya dibuat untuk mengantisipasi revolusi Perancis karena AS pada saat itu takut apabila Perancis mengembangkan ideologinya di AS. Namun pada akhirnya, Sedition Act ini malah digunakan untuk tujuan politik.
Selanjutnya, kebebasan berpendapat di AS walaupun tegas dijamin oleh konstitusi masih sering diuji di Pengadilan. Salah satu perkara yang terkenal adalah New York Times v. Sullivan. Dalam perkara ini New York Times digugat atas pemberitaannya yang dianggap mencemarkan nama baik salah satu komisioner Montgomery, Alabama. Namun, putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat tahun 1964 ini memberikan kepastian dan terobosan hukum terkait kebebasan berpendapat di AS dengan menyatakan bahwa:
“apabila seorang pejabat publik merasa dicemarkan nama baiknya, maka pejabat publik tersebut yang harus membuktikan bahwa pernyataan tersebut salah.” Jadi beban pembuktian bukan pada pembuat berita, tetapi pada pejabat publik.
Di Indonesia, masalah terkait kritik terhadap pemerintah ini yang belum banyak berkembang. Walaupun rezim silih berganti, tetapi kritik terhadap pemerintahan terkadang masih menjadi isu sensitif. Bahkan pada rancangan KUHP yang baru, pasal penghinaan terhadap presiden dimasukkan kembali walaupun sebelumnya pasal tersebut dalam KUHP telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Peraturan ini dapat menjadi hambatan dalam kebebasan berpendapat di Indonesia.
Kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan berekspresi, di Indonesia sebetulnya juga telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 amandemen ke-empat. Namun pada praktiknya, masih banyak orang yang ditangkap pada saat mengemukakan pendapat atau dalam berekspresi, termasuk pers. Padahal khusus untuk pers, terdapat mekanisme hak jawab apabila pemberitaan yang dimuat dinilai tidak benar atau tidak berimbang. Namun hal ini juga masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa mekanisme hak jawab terpisah dari pertanggung jawaban secara pidana.
Dibandingkan dengan kebebasan berpendapat di Amerika Serikat, kebebasan berpendapat di Indonesia memang terkesan setengah-setengah. Kebebasan berpendapat di Indonesia juga dibatasi oleh etika dan budaya. Walaupun tidak bertentangan dengan hukum, tetapi publik sering menghakimi berdasarkan alasan-alasan tersebut. Etika dan budaya antara Indonesia dan AS memang berbeda, tetapi bukan berarti nilai-nilai positif yang ada di AS tidak dapat di-implementasikan di Indonesia.
Hal lain yang perlu diingat, kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar yang dijamin oleh konstitusi di Indonesia. Terlepas dari faktor-faktor etika, dan budaya, Indonesia merupakan Negara hukum dimana setiap warga negaranya harus mendapat perlindungan hukum. Pemerintah dan masyarakat sudah saatnya melihat perbedaan pendapat dan ekspresi yang dikeluarkan secara positif, yaitu sebagai bagian dari checks and balances pemerintahan. Di satu sisi, setiap orang yang mengeluarkan pendapat harus menghargai etika dan budaya yang ada di Indonesia, tetapi di sisi lain, masyarakat juga harus mulai belajar untuk menghargai pendapat, termasuk ekspresi, orang lain yang berbeda.
Menghargai perbedaan pendapat merupakan salah satu ciri dari Negara maju, karena dengan mendengar pendapat orang lain, masyarakat Indonesia dapat belajar dan melihat dari sudut pandang yang lebih luas.
Selanjutnya, belajar dari perkara New York Times v. Sullivan tersebut, Indonesia harus dapat mengambil nilai positif dari perkara tersebut karena pendapat atau kritik terhadap pemerintah merupakan hak mendasar seorang warga Negara yang tidak seharusnya mendapat ancaman pidana. Apabila pendapat tersebut tidak sesuai, pejabat publik seharusnya dapat membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak benar. Indonesia memang memiliki intrumen hukum yang berbeda mengenai beban pembuktian dalam perkara penghinaan pejabat publik, termasuk presiden. Tetapi seharusnya Indonesia dapat mengambil konsep yang positif di balik putusan perkara New York Times v. Sullivan untuk perkembangan kebebasan berpendapat di Indonesia ke depannya.
Terakhir, Amerika Serikat yang telah merdeka sejak 4 Juli 1776 telah mengalami berbagai dinamika terkait permasalahan dan perkembangan terkait kebebasan berpendapat. Batasan-batasan untuk kebebasan berpendapat dan kebebasan pers di AS cukup jelas seperti apabila tindakan tersebut masuk dalam hak privasi orang, publikasi terkait isu keamanan publik dan juga hate speech. Tetapi untuk Indonesia di masa depan, akan kemana arah kebebasan berpendapat kita? Akankah mungkin setiap warga Negara berhak melontarkan kritik dan berekspresi secara bebas terhadap pejabat publik, termasuk presiden tanpa ancaman pidana?
* Disclaimer: Seluruh informasi yang diberikan oleh Sarvasuksma maupun advokat kami dalam website ini bukan merupakan nasihat/pendapat hukum, sehingga kami tidak dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kerugian yang timbul akibat dari informasi yang kami berikan.

Partner